"Sekarang
saya punya jawabannya," ujar Dickinson yang melakukan penelitian
bersama Esther M dan Abe M Zarem. Ia menemukan rahasia tersebut
setelah merekam manuver sejumlah lalat yang terancam pukulan
menggunakan kamera digital yang dapat merekam dengan kecepatan dan
resolusi tinggi.
Mereka
menemukan bahwa lalat dapat mengenali ancaman berdasarkan lokasi.
Otanya akan menghitung seberapa jauh ancaman terhadapnya sebelum
memutuskan untuk mengepakkan sayap dan kabur.
Setelah
memprediksi arah ancaman, kakinya bertumpu untuk terbang ke arah
yang berlawanan. Semua persiapan meloloskan diri dapat dilakukannya
dengan sangat cepat, hanya 100 milidetik setelah ia mendeteksi adanya
bahaya.
"Ini
menunjukkan begitu cepatnya otak lalat memproses informasi sensorik
menjadi respons gerakan yang sesuai," ujar Dickinson. Bahkan, lalat
mengatur postur tubuhnya sesuai besar ancaman.
Artinya,
lalat telah mengintegrasikan dengan baik antara informasi visual
dari mata dan informasi metasensorik di kakinya. Temuan ini
memberikan petunjuk mengenai sistem saraf lalat dan menunjukkan bahwa
di otaknya terdapat sistem pemetaan posisi ancaman.
"Ini
sebuah transformasi rangsangan menjadi gerakan yang sedikit kompleks
dan penelitian berikutnya mencari bagian otak yang mengaturnya,"
ujarnya.
Dari
sistem tersebut, Dickinson juga dapat menyarankan cara paling
efektif memukul lalat. Menurutnya, waktu terbaik memukul lalat bukan
saat posisinya siap terbang sehingga waktu yang dibutuhkannya untuk
mengantisipasi ancaman tersebut relatif lebih lama. Tentu tak mudah
melakukan gerakan akurat kurang dari 100 milidetik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Berkomentar Mengenai Postingan Ini